Meningkatnya ketergantungan masyarakat serta pelaku bisnis pada teknologi ternyata diiringi dengan tindak pemalsuan identitas yang semakin marak terjadi akhir-akhir ini. Nampaknya teknologi tidak hanya memberi kenyamanan bagi manusia dalam bertransaksi, tapi juga risiko negatif dari segi keamanannya yang perlu diantisipasi sedini mungkin, kalau tidak, akan berakibat fatal!
Hal ini menimbulkan dilema bagi para pelaku industri keuangan digital yang dituntut untuk bisa menyeimbangkan antara kenyamanan agar tidak kehilangan loyalitas nasabah, juga keamanan guna menghindar dari risiko sehingga kredibilitas perusahaan tetap terjaga. Untungnya, hal tersebut bisa diwujudkan dengan menerapkan langkah pembuktian identitas atau identity proofing. Dengan demikian, perusahaan tetap bisa memberikan kenyamanan tanpa mengorbankan keamanan pelanggan.
Apa itu langkah identity proofing dan bagaimana langkah tersebut bisa membantu perusahaan dalam menyediakan layanan yang tidak hanya nyaman tapi juga aman? Simak ulasannya di artikel berikut.
Identity proofing atau yang lebih dikenal dengan istilah verifikasi identitas merupakan langkah pengenalan calon nasabah dengan memeriksa kebenaran informasi identitas yang diklaim vs identitas sebenarnya, yang terdaftar di basis data kependudukan milik pemerintah. Identity proofing secara digital ini dilakukan dengan mengimplementasi sistem eKYC (Electronic Know Your Customer). FYI, langkah ini ternyata diwajibkan oleh OJK bagi perusahaan penyedia jasa keuangan (POJK Nomor 23/POJK.01/2019) dengan tujuan mencegah tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Kemudian, juga menjalin hubungan erat dengan setiap pelanggan demi meminimalisir potensi fraud sekecil apapun yang berpotensi muncul seiring berjalannya waktu.
Anda mungkin bertanya-tanya kenapa langkah identity proofing menjadi hal yang krusial dan wajib. Sejauh ini, ada tiga risiko langsung yang berpotensi mengancam perusahaan jika tidak menerapkan langkah identity proofing yaitu:
Lebih jauh lagi, risiko tersebut tidak hanya mengancam perusahaan, tapi juga negara. Melansir laman resmi Bank Indonesia, ada empat macam risiko yang bisa terjadi jika perusahaan tidak menerapkan langkah tersebut yaitu:
Nah, itulah macam-macam risiko yang ada dan bisa mengancam perusahaan serta negara kita. Sampai disini apakah Anda sudah mulai paham dengan pentingnya langkah identity proofing tersebut?
Selanjutnya, agar lebih jelas, mari kita pahami seperti apa bentuk identity proofing itu.
Identity proofing secara umum terdiri dari berbagai metode, beberapa yang paling sering digunakan adalah:
Metode-metode di atas adalah metode yang umum digunakan di industri, hanya saja, sayangnya sudah tidak relevan lagi dengan kondisi masa kini, dimana hampir semua proses bisnis sudah menjadi digital. Karena itu, ASLI RI hadir dengan sistem identity proofing yang serba digital untuk menjawab kebutuhan industri yang ada.
Identity proofing dari ASLI RI memiliki konsep yang lengkap, dimana identitas dibuktikan lebih dari satu kali untuk menjamin keamanan. Konsep atau metode itu dinamakan 3DID (Three Domain Identity) yang meliputi tiga domain yaitu domain verification, authentication, dan authorization. Berikut ulasan singkatnya.
Metode 3DID memberikan pengamanan ekstra dengan memungkinkan perusahaan memeriksa dan menjamin keaslian identitas calon nasabah serta para nasabahnya secara komprehensif yaitu saat proses pendaftaran dan saat akan bertransaksi. Pelajari tentang metode 3DID ASLI RI lebih lanjut lewat link ini.
Identity proofing, verifikasi identitas, digital identity proofing, transformasi digital, dukcapil, data kependudukan, manajemen risiko, online identity verification, 3did concept, three domain identity model, optical character recognition, ocr, liveness detection, dokumen identitas, login biometrik, verifikasi biometrik, 2FA, sms otp, ojk, regulasi bank indonesia, industri keuangan, ekyc, asliri, tanda tangan digital